<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6771073194521873950\x26blogName\x3dMenyusuri\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dLIGHT\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://menyusuri.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://menyusuri.blogspot.com/\x26vt\x3d8888761552046595480', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

H. Muhammad Farhan

Diposkan oleh : Admin   Sabtu, 19 Mei 2012 0 comments

Muhammad Farhan lahir di Klaten pada tahun 1960-an, putra dari pasangan almarhum Sayid Usman dan almarhumah Farikhatun. Kedua orang tuanya masyarakat ‘aam namun cukup dekat dengan para ulama, salah satunya almarhum KHR. Muhammad Sofwan Klaten (guru Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud ketika ngaji di Mamba’ul Ulum Klaten).

Karena kedekatannya dengan ulama, orang tua Ustadz Farhan yang dikaruniai 7 orang anak  mempunyai pemikiran bahwa bila anaknya diberikan pendidikan pessantren akan sangat menghemat biaya (karena hidup di pesantren sangat murah apalagi pesantren al-Qur’an hanya sekali beli al-Qur’an dapat untuk mengaji selamanya). Hasilnyapun tentu akan menjadi orang pilihan. Ilmu yang didapat adalah ilmu yang dapat paling tidak bisa bermanfaat bagi dirinya, baik di dunia maupun di akhirat, syukur-syukur bisa bermanfaat bagi orang lain.



Sesuai dengan keinginan itu, selesai Sekolah Dasar (1972), Farhan muda dikirim ke Pesantren Krapyak Yogyakarta dengan diantar oleh ayah kandungnya didampingi pula oleh Mbah Sabrowi (kakek dari ibunya Farhan) dan juga Hadlorotussyaikh KHR. Mohammad Sofwan. Karena ingin menjadi santri Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud, Farhan diterima dengan senang hati, Hadlorotussyaikh KH. Mufid sempat berpesan kepada orang tua Farhan agar menambah kesabarannya sebab mengingat Farhan berlatar belakang orang kota, “Biasanya anak kota memerlukan waktu untuk beradabtasi dengan kehidupan pesantren” begitu dawuh Hadlorotussyaikh KH. Mufid ketika pertama kali menerima Farhan sebagai santrinya.

Berkah do’a para sesepuh dan terutama bimbingan dan kesabaran dari almarhum Ibu Nyai Hajjah Jauharoh Mufid, dugaan bahwa Farhan yang anak kota akan lama beradabtasi dengan kehiidupan pesantren ternyata meleset, sebab Farhan cepat beradabtasi dengan kehidupan pesantren bahkan boleh dikatakan menikmati kehidupan pesantren itu.

Pada tahun 1975 Hadlorotussyaikh KH. Mufid hijrah ke PPSPA di daerah Yogyakarta bagian utara. Farhanpun bingung. Dia harus meneruskan pendidikannya di MTs. Krapyak (sebab waktu itu Farhan sudah menginjak kelas III MTs), atau akan tetap menghafal al-Qur’an dihadapan Hadlorotussyaikh KH. Mufid? Akhirnya setelah melalui pertimbangan yang matang dan saran dari para sesepuhnya Farhan memutuskan untuk menghafalkan al-Qur’an setelah selesai kelas III Madrasah Tsanawiyah di Krapyak. Menghafal al-Qur’an kurang lebih 4 tahun pada tahun 1980 dalam acara Haflah Tasyakur Khotmil Qur’an Panca warsa  (Hari Ulang tahun dan Khataman Pondok Pesantren Sunan Pandanaran ke-5), Farhan dinyatakan khatam al-Qur’an dengan bil-hifdzi (selesai hafalan al-Qur’an 30 juz).

Selama tinggal di PPSPA, Farhan mengaku senang apabila disuruh oleh Hadlorotussyaikh KH. Mufid untuk tidur di ndalem (Rumah Kyai), “Ruang tamu ndalem untuk menyimpan kitab-kitab milik dari Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud, yang almarinya tidak dikunci. Kesempatan itu saya manfaatkan sebaik-baiknya untuk membuka kitab-kitab itu sebagai bahan referensi saya” tutur Farhan.

Setelah khatam, dalam hati  Farhan ada keinginan untuk melanjutkan pendidikannya pada jenjang pendidik formal, seperti di PTIQ atau bahkan ke Al-Azhar Cairo, namun ternyata Allah tidak memberikan kesempatan itu.

Tidak terpenuhinya keinginan melanjutkan ke pendidikan formal, tidak membuat Farhan putus asa, Farhan terus belajar. Bahkan Farhan diberikan kesempatan untuk bertabarukan mengaji kitab kepada Kyai-kyai sepuh di Kaliwung, Semarang dan juga pada Hadlorotussyaikh KH. Ali Shodiq Tulungagung Jawa Timur.

Tahun 1985 setelah dikirim ke Bogor dan mendirikan Pondok Pesantren Raudlotul Qur’an sampai sekarangpun Farhan mengaku masih terus belajar dengan masyarakat, santri dan jika memang diberi kesempatan akan bertabarukan kepada Ulama sepuh.

Label: , ,


0 Comments:

Posting Komentar

<< Home